Minggu, 01 Juli 2012

Kegiatan Surveilans Epidemiologi DBD


            Sebelum bahas tentang surveilans epidemiologi DBD, kita perlu tahu dulu apa yang dimaksud dengan surveilans itu. Surveilans adalah pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta diseminasi informasi tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(1) Lalu apa sih sebenarnya tujuan dari diadakannya surveilans itu? Secara garis besar tujuan surveilans adalah untuk mendapatkan informasi epidemiologi masalah kesehatan, yang meliputi frekuensi masalah kesehatan, distribusi/gambaran masalah kesehatan.(2)  Memangnya surveilans itu seberapa penting sih dalam sistem kesehatan suatu negara? Dari surveilans akan didapatkan sekumpulan data. Data yang terkumpul berguna untuk memprediksi dan mendeteksi dini epidemi, memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan dan pengendalian penyakit. Selain itu surveilans memasok informasi yang berguna untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi, dan alokasi sumber daya kesehatan.(3)  Jadi intinya surveilans itu merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem kesehatan suatu negara mengingat manfaatnya yang begitu besar.
Lalu yang dimaksud surveilans epidemiologi DBD itu apa siiihhh? Ya tentu saja surveilans khusus penyakit DBD laaaaah. Kegiatan surveilans epidemiologi DBD menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia terdiri dari : (4)(5), (6)
a.   Pengumpulan dan pencatatan data
       Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari bila ada laporan tersangka DBD dan penderita DD,DBD, dan DSS. Data tersangka DBD dan penderita DD, DBD, dan DSS yang diterima puskesmas dapat berasal dari Rumah Sakit atau Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten, puskesmas sendiri atau puskesmas lain (cross notification) dan puskesmas pembantu serta unit pelayanan kesehatan lain (Balai Pengobatan, Poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain-lain) dan hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya). Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD,DBD,DSS menggunakan buku catatan harian penderita DBD yang memuat data atau informasi tentang nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat lengkap, tanggal mulai sakit, tanggal dirawat, tempat perawatan, hasil laboratorium, tempat bepergian dua minggu terakhir, dan lain-lain. Data yang sudah ada direkap mingguan atau bulanan.
Bila menemukan penderita DBD di Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya wajib dilaporkan 1 x 24 jam secara berjenjang dengan menggunakan formulir :
1)  KD-RS dilaporkan 1 x 24 jam setelah penegakkan diagnosa
2)  DP-DBD sebagai data dasar perorangan yang dilaporkan bulanan
3)  Formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
4)  Formulir W-2  sebagai laporan mingguan
5)  Formulir W-1 dilaporkan bila terjadi KLB-DBD
       Adapun tujuan spesifik dari pengumpulan dan pencatatan data epidemiologi tersebut adalah :
1)  Untuk menentukan kelompok/ golongan populasi yang mempunyai risiko terbesar untuk terserang penyakit
2)  Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya
3)  Untuk menentukan reservoir dari infeksi
4)  Untuk memastikan keadaan yang bisa menyebabkan terjadinya transmisi suatu penyakit
5)  Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
6)  Pada saat terjadi letusan wabah, pengumpulan data bertujuan untuk memastikan sifat dasar, sumbernya, dan cara penularan dan penyebaran wabah.
b.   Pengolahan dan penyajian data
      Pengolahan data berupa kegiatan pengelompokan variabel tempat (place), waktu (time), dan orang (person) serta ukuran-ukuran epidemiologi lainnya (rate, proporsi, rasio, dan lain-lain).  Data yang diperoleh dari kegiatan surveilans masih dalam bentuk mentah (raw data) yang perlu disusun sedemikian rupa agar data mudah dianalisa dan disimpulkan sebagai dasar intervensi yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini data disusun dalam bentuk tabel, grafik, atau peta (spot map). Tabel dan grafik dapat diperinci menurut umur, jenis kelamin, waktu, dan sebagainya sehingga dapat mengungkapkan jenis KLB dan seasonal variation. Sedangkan spot map dapat memberi gambaran tentang distribusi kasus dan akhirnya dapat dibuat suatu kesimpulan.
       Data pada buku catatan harian penderita DBD diolah dan disajikan dalam bentuk :
1)  Pemantauan situasi DD, DBD, DSS mingguan menurut desa/ kelurahan
       Masing-masing penderita DD, DBD, DSS dijumlahkan setiap minggu dan disajikan dalam bentuk tabel lalu berdasarkan hasil penggabungan jumlah penderita DBD dan DSS dari data mingguan dapat dideteksi secara dini adanya KLB DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD. bila terjadi KLB DBD, maka perlu dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman penanggulangan KLB DBD dan dilaporkan segera ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menggunakan formulir W1.
2)  Penyampaian laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, DSS selambat-lambatnya dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan menggunakan formulir KD/RS-DBD.
3)  Laporan data dasar perorangan penderita DD,DBD, DSS menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.
4)  Laporan mingguan (W2-DBD)
Penderita DBD dan DSS dijumlahkan setiap minggu menurut desa/ kelurahan kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan menggunakan formulir W2-DBD.
5)  Laporan bulanan
       Penderita / kematian DD, DBD, DSS termasuk data beberapa kegiatan pokok upaya pemberantasan/ penanggulangannya dijumlahkan setiap bulan lalu dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan formulir K-DBD.
6)  Penentuan stratifikasi desa /kelurahan DBD
       Cara penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/ kelurahan adalah dengan membuat tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan DSS dalam 3 tahun terakhir kemudian menentukan stratifikasi masing-masing desa/ kelurahan tersebut apakah termasuk dalam kategori daerah bebas, potensial, sporadis atau endemis DBD.
7)  Distribusi penderita DBD per RW/ dusun
            Distribusi penderita DBD per RW/ dusun dibuat setiap tahun. Cara membuat distribusi yaitu dengan menjumlahkan penderita DBD dan DSS per RW/dusun.
8)  Penentuan musim penularan
            Penderita DBD dan DSS dijumlahkan per bulan selama 5 tahun terakhir dan dibuat dalam bentuk tabel lalu dibuat grafik untuk mengetahui saat sebelum masa penularan, yaitu bulan dimana jumlah penderita DBD paling rendah berdasarkan jumlah penderita rata-rata per bulan selama 5 tahun.
9)  Mengetahui kecenderungan situasi penyakit
Mengetahui kecenderungan situasi penyakit dimaksudkan untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di wilayah puskesmas tetap, naik, atau turun. Caranya yaitu dengan membuat garis trend yaitu membuat tabel jumlah penderita DBD (penjumlahan DBD dan DSS) per tahun sejak kasus ditemukan kemudian membuat grafik garis dengan sumbu mendatar adalah tahun dan sumbu tegak adalah jumlah penderita selanjutnya dibuat garis trend melalui grafik garis sedemikian rupa sehingga siklus yang terdapat di atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.

SUMBER :

1.         Last JM. A Dictionary of Epidemiology. New York: Oxford University Press; 2001.
2.         Kasjono HS, Kristiawan HB. Intisari Epidemiologi. Yogyakarta Mitra Cendikia; 2008.
3.         Murti B. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi Kedua) Jilid Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2003.
4.         Anonim. Buku Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Semarang : Proyek Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Jawa Tengah. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah; 2007.
5.         Depkes RI. Surveilans Epidemiologis Demam  Berdarah Dengue. Jakarta: Ditjen P2PL Depkes RI; 2005.
6.         DKP. Buku Pedoman Surveilans Penyakit. Semarang Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah; 2007


Tidak ada komentar:

Posting Komentar