Rabu, 21 Desember 2011

Teori Miasma

MIASMATHIC THEORY

            Teori miasma dipercaya telah mendasari gerakan sanitary reform (reformasi tentang kesehatan lingkungan) yang kemudian ikut mendorong lahirnya konsep Ilmu Kesehatan Masyarakat di negara Barat. Jauh sebelum diterimanya teori kuman, pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, para ahli sanitasi dan humaniter Eropa dan Amerika telah menyatakan bahwa semua bau busuk atau tumpukan sampah merupakan sebab dari semua penyakit, serta mengusahakan kampanye kebersihan dan pembuangan sampah sebagai usaha terbaik untuk pencegahan terhadap penyakit. Ternyata kampanye untuk memelihara kebersihan dan menghilangkan bau busuk, yang pada zaman itu dikenal dengan gerakan penyingkiran "miasma" memberi hasil yang amat besar. Teori miasma menyatakan bahwa yang menjadi penyebab penyakit dan wabah adalah uap yang keluar dari sesuatu yang membusuk atau dari buangan air limbah yang tergenang. Pada zaman itu orang percaya bila seseorang menghirup miasma atau uap busuk tadi maka ia akan terjangkit penyakit. Sebagai pencegahannya rumah-rumah dianjurkan ditutup rapat terutama pada malam hari dan tidak banyak keluar malam karena dipercaya miasma muncul terutama pada waktu malam. Selain itu masyarakat juga percaya bahwa miasma dapat dihalau atau diatasi dengan jalan membakar ramuan/ menyan (dupa) dan bisa juga diusir dengan bunyi-bunyian keras seperti bel gereja, bedug, petasan, dll. Pada zamannya teori miasma lebih dipercaya dan dapat diterima daripada teori contagion yang dicetuskan oleh Fracastoro karena uap busuk lebih bisa diamati dan tercium baunya. Berikut ini adalah perkembangan teori terjadinya penyakit :
1.    timbulnya penyakit karena gangguan mahluk halus.
2.    teori humoral, dimana dikatakan bahwa penyakit timbul karena ganguan keseimbangan tubuh
3.    teori miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahluk hidup yang mati membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan lingkungan
4.    teori jasad renik, terutama setelah di temukan nya mikroskop dan dilengkapi teori imunitas.
5.    teori nutrisi dan resistensi, hasil pengamatan nerbagai pengamatan epidemiologis.

SUMBER
Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Budioro B
http://informasi-kesehatan40.blogspot.com/2008/09/epdidemologi.html

Lingkungan dan Status Gizi

KOMPONEN LINGKUNGAN (BIOLOGIS, FISIK, SOSIAL BUDAYA, EKONOMI DAN POLITIK)
YANG BERPENGARUH PADA STATUS GIZI

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Secara garis besar faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua yaitu lingkungan pranatal dan pascanatal. Faktor lingkungan pranatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi seseorang saat masih dalam kandungan. Faktor lingkungan pascanatal adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi seseorang setelah lahir. Dalam tulisan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah tentang faktor lingkungan pascanatal.
Faktor lingkungan pascanatal yang berpengaruh terhadap status gizi seseorang yaitu lingkungan biologis, fisik, sosial budaya, ekonomi, politik. Faktor biologis yang berpengaruh adalah tumbuhan hijau, tumbuhan tak hijau, parasit, manusia, binatang, ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme yang saling terkait satu dengan yang lain. Tumbuhan hijau contohnya adalah sayuran, buah-buahan, dan sebagainya. Dan tumbuhan hijau tersebut akan mempengaruhi asupan gizi pada seseorang.
Faktor fisik yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang adalah cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Cuaca dan keadaan geografis berkaitan erat dengan pertanian dan kandungan unsur mineral dalam tanah. Daerah kekeringan atau musim kemarau yang panjang menyebabkan kegagalan panen sehingga persediaan pangan di tingkat rumah tangga menurun yang berakibat pada asupan gizi keluarga rendah. Kondisi geografis yang berkapur di daerah pegunungan dan daerah lahar dapat menyebabkan kandungan yodium dalam tanah sangat rendah sehingga menyebabkan GAKI.
Faktor sosial budaya yang mempengaruhi gizi seseorang misalnya pada faktor kepercayaan. Lingkungan masyarakat desa yang miskin cenderung memberikan makanan tambahan pada balita setelah jangka waktu lebih lama daripada seharusnya karena mereka mempercayai bahwa dengan pemberian ASI saja sudah cukup. Selain itu ada beberapa faktor lain yaitu, ketidaktahuan hubungan antara makanan dan kesehatan dimana seseorang hanya makan seadanya asal kenyang, prasangka buruk pada beberapa makanan bergizi tinggi, ada kebiasaan yang merugikan atau pantangan pada makanan tertentu, kesukaan yang berlebihan satu jenis makanan sehingga menyebabkan asupan gizi kurang bervariasi.
Faktor ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Tingkat pendapatan seseorang akan mempengaruhi sumber pangan yang dikonsumsinya. Hal itu berakibat pada masukan zat gizi yang selanjutnya berpengaruh pada status gizi orang tersebut. Status sosial ekonomi akan mempengaruhi praktik kesehatan dan sanitasi lingkungan masyarakat. Dimana hal tersebut memiliki andil dalam perkembangan penyakit di masyarakat. Adanya penyakit atau infeksi pada masyarakat juga akan mempengaruhi status gizi masyarakat. Misalnya, jika masyarakat terkena cacingan akan menyebabkan anemia.
Faktor politik yang ikut berkontribusi dalam status gizi masyarakat misalnya adalah pergantian kebijakan tentang pengadaan tambahan makanan bergizi pada sekolah-sekolah yang semula ada menjadi ditiadakan karena pergantian pemimpin. Zat gizi yang semula dipenuhi dari tambahan makanan bergizi menjadi tidak dipengaruhi lagi.


DAFTAR PUSTAKA
Moehji, Syahmien. 1982. Ilmu Gizi Jilid 1. Baratara Karya Aksara: Jakarta.
Soekirman dan Fasli Jalal. 1990. Pemanfaatan Antropometri Sebagai Indikator Sosial Ekonomi.Gizi Indonesia, Journal of The Indonesia Nutrition Association Vol.XV Nomor 2. Jakarta.
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta.
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC: Jakarta.
Winarno, FG. 1990. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Sabtu, 10 Desember 2011

Sharing

Cinta itu tak pernah mengenal batasan batasan tertentu. Mau orang itu baik, jahat, ganteng, jelek, pinter, bego kalo udah saatnya jatuh cinta atau dicintai maka tak akan ada yang bisa menghindarinya. Bagaimana kalau cinta itu tak berbalas? Sakit pasti. Tapi kita bisa apa? Menyalahkan keadaan? Hanya memperburuk sakit hati. Kembali lagi, hanya kita yang bisa mengontrol hati kita sendiri. Sulit memang, tapi bukan berarti tidak bisa. Berperang dengan hati itu melelahkan. Namun, ketika bisa memenangkan peperangan itu, maka kita akan merasa sangat luar biasa. Berperang dengan hati bisa saja  melebihi hitungan bulan. Banyak yang melakukannya dalam hitungan tahun. Bahkan ada yang bekas luka dari perang itu sulit sembuh. Tapi, apa hidup harus berhenti? Apa waktu kita tidak terlalu berharga untuk terus meratap? Bangkit itu memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hanya saja kalau kita mau pasti bisa melaluinya. Meski harus melalui perjuangan yang menguras hati, pikiran, waktu, dan berdarah darah (penulis agak hiperbol tampaknya).

Semua kembali lagi dari dalam diri kita. Karena perasaan itu adalah milik kita dan kita yang harus bisa memiliki kontrol dan kendali atas perasaan-perasaan itu. Tidak usah menyalahkan siapapun. Pada dasarnya hanya kita sendirilah yang harus menemukan jalan keluarnya. Motivasi yang terbesar terletak dalam diri kita sendiri. Apapun persoalan yang kita hadapi.

Jumat, 18 November 2011

Kangen

Kepingan kepingan yang dulu utuh itu telah terserak. Tersebar di berbagai pijakan tanah. Tanah yang telah mereka pilih sendiri untuk mengatur dan menjalani hidup. Tanah yang telah mereka pilih untuk menempa diri. Namun, pada dasarnya kepingan itu adalah satu. Tetap tak bisa tergantikan oleh yang lain. Tiap keping itu menyimpan cerita tersendiri. Meski mungkin akan dilupakan, tetap pernah menjadi ukiran memori yang telah dilalui. Tanpa ukiran itu, mungkin kepingan itu tak berada di tempatnya sekarang.

Aku merindukan kepingan kepingan itu, sangat merindukannya, yang telah menjadi bagian dari diriku selama sekian tahun. Kepingan kepingan yang banyak mengajariku, mendorong langkah langkahku, mengisi hati dan hariku hingga terasa begitu penuh. Kepingan kepingan itu tak selalu bersamaku, namun aku percaya mereka  sama sepertiku, merindu....

Kepingan kepingan itu adalah kalian, para sahabatku...

Belajar dari Balita

Anak kecil itu begitu polos dan apa adanya. Tapi jangan salah, sebenarnya dari mereka kita bisa belajar banyak. Salah satunya belajar untuk tidak mendendam. Entah karena usia mereka yang masih begitu hijau untuk memahami makna "mendendam" atau karena memang begitulah sebenarnya sifat asal manusia.
Beberapa hari yang lalu keponakanku asyik bermain bersama teman sebayanya. Awalnya sih akur, tapi lama-lama berantem juga berebut mainan. Keponakanku yang sebenarnya cukup pemberani itu pun menangis karena didorong dan nyaris dicakar temannya.
Setelah beberapa saat mereka pun bermain lagi. Aku pikir keponakanku akan membalas perlakuan temannya tadi. Ternyata tidak, malahan dia meminjamkan mainan yang lain. Seketika itu juga aku berpikir, sedandainya banyak orang dewasa yang perilakunya seperti ini, tentulah berita pembunuhan, penusukan, dan kriminal lainnya tidak akan sebanyak sekarang, bahkan mungkin tidak ada. Mungkin sudah saatnya kita belajar dari kearifan anak kecil, yang belum tahu apa apa, dan hanya mengikuti naluri mereka.