Sebelum bahas tentang surveilans epidemiologi DBD, kita
perlu tahu dulu apa yang dimaksud dengan surveilans itu. Surveilans adalah
pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara sistematis dan terus
menerus, serta diseminasi informasi tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu
mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(1) Lalu apa sih sebenarnya tujuan dari diadakannya
surveilans itu? Secara garis besar tujuan surveilans adalah untuk mendapatkan
informasi epidemiologi masalah kesehatan, yang meliputi frekuensi masalah
kesehatan, distribusi/gambaran masalah kesehatan.(2) Memangnya
surveilans itu seberapa penting sih dalam sistem kesehatan suatu negara? Dari
surveilans akan didapatkan sekumpulan data. Data yang terkumpul berguna untuk
memprediksi dan mendeteksi dini epidemi, memonitor, mengevaluasi, dan
memperbaiki program pencegahan dan pengendalian penyakit. Selain itu surveilans
memasok informasi yang berguna untuk penentuan prioritas, pengambilan
kebijakan, perencanaan, implementasi, dan alokasi sumber daya kesehatan.(3) Jadi intinya
surveilans itu merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem kesehatan
suatu negara mengingat manfaatnya yang begitu besar.
Lalu yang
dimaksud surveilans epidemiologi DBD itu apa siiihhh? Ya tentu saja surveilans
khusus penyakit DBD laaaaah. Kegiatan surveilans epidemiologi DBD menurut
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia terdiri dari : (4),
(5), (6)
a.
Pengumpulan
dan pencatatan data
Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari bila ada laporan
tersangka DBD dan penderita DD,DBD, dan DSS. Data tersangka DBD dan penderita
DD, DBD, dan DSS yang diterima puskesmas dapat berasal dari Rumah Sakit atau
Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten, puskesmas sendiri atau puskesmas lain (cross notification) dan puskesmas
pembantu serta unit pelayanan kesehatan lain (Balai Pengobatan, Poliklinik,
dokter praktek swasta, dan lain-lain) dan hasil penyelidikan epidemiologi
(kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan
kesehatan lainnya). Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita
DD,DBD,DSS menggunakan buku catatan harian penderita DBD yang memuat data atau
informasi tentang nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat lengkap, tanggal
mulai sakit, tanggal dirawat, tempat perawatan, hasil laboratorium, tempat
bepergian dua minggu terakhir, dan lain-lain. Data yang sudah ada direkap
mingguan atau bulanan.
Bila menemukan penderita DBD di
Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya wajib dilaporkan 1 x 24 jam secara
berjenjang dengan menggunakan formulir :
1) KD-RS dilaporkan 1 x 24 jam setelah
penegakkan diagnosa
2) DP-DBD sebagai data dasar perorangan
yang dilaporkan bulanan
3) Formulir K-DBD sebagai laporan bulanan
4) Formulir W-2 sebagai laporan mingguan
5) Formulir W-1 dilaporkan bila terjadi
KLB-DBD
Adapun tujuan spesifik dari pengumpulan dan pencatatan data epidemiologi
tersebut adalah :
1) Untuk menentukan kelompok/ golongan
populasi yang mempunyai risiko terbesar untuk terserang penyakit
2) Untuk menentukan jenis dari agent
(penyebab) penyakit dan karakteristiknya
3) Untuk menentukan reservoir dari
infeksi
4) Untuk memastikan keadaan yang bisa
menyebabkan terjadinya transmisi suatu penyakit
5) Untuk mencatat kejadian penyakit
secara keseluruhan
6) Pada saat terjadi letusan wabah,
pengumpulan data bertujuan untuk memastikan sifat dasar, sumbernya, dan cara
penularan dan penyebaran wabah.
b.
Pengolahan
dan penyajian data
Pengolahan data berupa kegiatan pengelompokan variabel tempat (place), waktu (time), dan orang (person) serta
ukuran-ukuran epidemiologi lainnya (rate, proporsi, rasio, dan lain-lain).
Data yang diperoleh dari kegiatan
surveilans masih dalam bentuk mentah (raw
data) yang perlu disusun sedemikian rupa agar data mudah dianalisa dan
disimpulkan sebagai dasar intervensi yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini
data disusun dalam bentuk tabel, grafik, atau peta (spot map). Tabel dan grafik dapat diperinci menurut umur, jenis
kelamin, waktu, dan sebagainya sehingga dapat mengungkapkan jenis KLB dan seasonal variation. Sedangkan spot map dapat memberi gambaran tentang
distribusi kasus dan akhirnya dapat dibuat suatu kesimpulan.
Data pada buku catatan harian penderita DBD diolah dan disajikan dalam
bentuk :
1) Pemantauan situasi DD, DBD, DSS
mingguan menurut desa/ kelurahan
Masing-masing penderita DD, DBD, DSS dijumlahkan setiap minggu dan
disajikan dalam bentuk tabel lalu berdasarkan hasil penggabungan jumlah
penderita DBD dan DSS dari data mingguan dapat dideteksi secara dini adanya KLB
DBD atau keadaan yang menjurus pada KLB DBD. bila terjadi KLB DBD, maka perlu
dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman penanggulangan KLB DBD dan dilaporkan
segera ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menggunakan formulir W1.
2) Penyampaian laporan tersangka DBD dan
penderita DD, DBD, DSS selambat-lambatnya dalam 24 jam setelah diagnosis
ditegakkan menggunakan formulir KD/RS-DBD.
3) Laporan data dasar perorangan
penderita DD,DBD, DSS menggunakan formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.
4) Laporan mingguan (W2-DBD)
Penderita DBD dan DSS dijumlahkan setiap minggu menurut
desa/ kelurahan kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan
menggunakan formulir W2-DBD.
5) Laporan bulanan
Penderita /
kematian DD, DBD, DSS termasuk data beberapa kegiatan pokok upaya
pemberantasan/ penanggulangannya dijumlahkan setiap bulan lalu dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan formulir K-DBD.
6) Penentuan stratifikasi desa /kelurahan
DBD
Cara
penentuan stratifikasi (endemisitas) desa/ kelurahan adalah dengan membuat
tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan DSS dalam 3 tahun
terakhir kemudian menentukan stratifikasi masing-masing desa/ kelurahan
tersebut apakah termasuk dalam kategori daerah bebas, potensial, sporadis atau
endemis DBD.
7) Distribusi penderita DBD per RW/ dusun
Distribusi
penderita DBD per RW/ dusun dibuat setiap tahun. Cara membuat distribusi yaitu
dengan menjumlahkan penderita DBD dan DSS per RW/dusun.
8) Penentuan musim penularan
Penderita
DBD dan DSS dijumlahkan per bulan selama 5 tahun terakhir dan dibuat dalam
bentuk tabel lalu dibuat grafik untuk mengetahui saat sebelum masa penularan,
yaitu bulan dimana jumlah penderita DBD paling rendah berdasarkan jumlah
penderita rata-rata per bulan selama 5 tahun.
9) Mengetahui kecenderungan situasi
penyakit
Mengetahui kecenderungan situasi
penyakit dimaksudkan untuk mengetahui apakah situasi penyakit DBD di wilayah
puskesmas tetap, naik, atau turun. Caranya yaitu dengan membuat garis trend
yaitu membuat tabel jumlah penderita DBD (penjumlahan DBD dan DSS) per tahun
sejak kasus ditemukan kemudian membuat grafik garis dengan sumbu mendatar
adalah tahun dan sumbu tegak adalah jumlah penderita selanjutnya dibuat garis
trend melalui grafik garis sedemikian rupa sehingga siklus yang terdapat di
atas dan di bawah garis trend tersebut lebih kurang sama.
SUMBER
:
1. Last
JM. A Dictionary of Epidemiology. New
York: Oxford University Press; 2001.
2. Kasjono HS, Kristiawan HB. Intisari Epidemiologi. Yogyakarta Mitra
Cendikia; 2008.
3. Murti B. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi Kedua) Jilid Pertama.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2003.
4. Anonim. Buku Petunjuk Pelaksanaan
Surveilans Semarang : Proyek Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Jawa Tengah. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah; 2007.
5. Depkes RI. Surveilans Epidemiologis Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: Ditjen P2PL Depkes RI; 2005.
6. DKP. Buku Pedoman Surveilans Penyakit. Semarang Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah; 2007